Kesadaran hukum masyarakat merupakan
salah satu bagian dari budaya hukum. Dikatakan sebagai salah satu bagian,
karena selama ini ada persepsi bahwa budaya hukum hanya meliputi kesadaran
hukum masyarakat saja. Padahal budaya hukum juga mencakup kesadaran hukum
dari pihak pelaku usaha, parlemen, pemerintah, dan aparat penegak hukum. Hal
ini perlu ditegaskan karena pihak yang dianggap paling tahu hukum dan wajib
menegakkannya, justru dari oknumnyalah yang melanggar hukum. Hal ini
menunjukkan kesadaran hukum yang masih rendah dari pihak yang seharusnya
menjadi "tauladan bagi masyarakat".
Menurut Soerjono Soekanto, Kesadaran hukum masyarakat menyangkut
faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum diketahui, dimengerti, ditaati dan
dihargai. Apabila masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum,
maka taraf kesadaran hukumnya lebih rendah daripada apabila mereka
memahaminya dan seterusnya. Kesadaran hukum meliputi berbagai aspek kehidupan
dan tingkat kesadarannya bisa berbeda-beda tergantung tingkat aplikasi
faktor-faktor di atas. Selain itu, kesadaran hukum juga ditentukan oleh sudut
pandang masing-masing individu dalam melihat "hukum".
Kesadaran Hukum Lingkungan
Kesadaran hukum lingkungan, baik itu pelestarian maupun pengelolaannya, pada
hakikatnya manusia harus memiliki kesadaran hukum yang tinggi, karena manusia
memiliki hubungan sosiologis maupun biologis secara langsung dengan
lingkungan hidup dimana dia berada, sejak dia lahir sampai meninggal dunia.
Namun kesadaran hukum masih dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu adanya
upaya-upaya strategis untuk menumbuhkan kesadaran hukum tersebut, baik dari
sisi mental manusianya maupun dari segi kebijakan. Sinergi keduanya penting,
karena kesadaran hukum itu ada yang tumbuh karena memang sesuai dengan nilai
yang dianutnya.
Misalnya orang yang suka dengan hidup bersih, maka ia tidak akan membuang
sampah sembarangan. Kesadaran hukum juga dapat tumbuh karena takut dengan
sanksi yang dijatuhkan. Kesadaran semu inilah yang banyak dimiliki oleh
masyarakat kita. Lepas dari penyebab kesadaran hukum itu muncul, yang
berbahaya adalah apabila kesadaran hukum itu telah ada namun kemudian menurun
bahkan hilang karena faktor eksternal, seperti penegakan hukum yang tidak
tegas dan tebang pilih. Hal ini akan menurunkan kesadaran hukum masyarakat
dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum. Jadi, upaya
menumbuhkan kesadaran hukum tidak cukup dengan menuntut masyarakat, tetapi
juga harus disertai dengan tauladan dan penegakan hukum.
Manusia, baik kedudukannya sebagai anggota masyarakat, sebagai pelaku usaha,
sebagai aparat penegak hukum, maupun sebagai pembuat/pengambil kebijakan,
harus memiliki kesadaran hukum lingkungan meskipun secara bertahap, dari
sekedar mengetahui sampai dengan menaati dan menghargai berbagai ketentuan
hukum lingkungan yang ada.
Bagi individu dimasyarakat, misalnya dengan tidak membuang sampah
sembarangan. Bagi pelaku usaha, misalnya melakukan AMDAL dan pengelolaan
limbah yang dihasilkan. Sementara bagi Pemerintah, misalnya dengan
memperketat proses AMDAL dan perizinan, serta menindak tegas pegawai yang
menyalahgunakan kewenangannya, seperti memberikan AMDAL dan izin tanpa
prosedur yang seharusnya. Selain itu, pemerintah dalam membuat kebijakan tata
kota dan perizinan area bisnis hendaknya memperhatikan kondisi lingkungan
tidak hanya untuk saat ini tetapi juga untuk masa yang akan datang.
Karena dibeberapa kota, banjir dan tanah longsor terjadi justru disebabkan
kebijakan tata kota yang menjadikan daerah serapan air dan hutan lindung kota
sebagai area bisnis, seperti pendirian Mall dan apartemen. Sedangkan bagi
Parlemen, seperti DPRD dalam membuat Perda yang berkaitan dengan lingkungan
tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan harus menguntungkan masyarakat
di daerah. Sementara bagi aparat penegak hukum, hendaknya menindak tegas para
perusak lingkungan tanpa pandang bulu, termasuk apabila pelakunya melibatkan
pejabat dan atasan/bawahannya sendiri.
Berkaitan dengan faktor-faktor kesadaran hukum sebagaimana disebutkan diatas,
untuk hukum lingkungan, ada beberapa masalah yang perlu dicermati, yaitu :
Pertama, "mengetahui", secara yuridis, setelah UU disahkan, sejak
itu pula muncul asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahuinya. Asumsi ini
terealisasi apabila pasca diundangkan ada aktivitas sosialisasi yang tepat
dan kontinyu. Bila tidak, maka dapat dihitung berapa jumlah masyarakat
Indonesia yang mengetahui tentang peraturan tersebut dan jumlahnya dipastikan
tidak akan menyentuh masyarakat kalangan bawah, tidak hanya di desa tetapi
juga diperkotaan. Akibatnya tidak heran bila ada kegiatan usaha yang tidak
memiliki atau bahkan tidak mengetahui perlunya AMDAL.
Kedua, "mengerti", masyarakat tidak cukup hanya sekedar mengetahui
saja, tetapi juga harus memahami isi peraturan, seperti apa tujuan dan
manfaat dikeluarkannya peraturan tersebut. Hukum lingkungan tentunya
bertujuan agar proses pembangunan tidak merusak lingkungan. Oleh karena itu
diperlukan adanya aturan AMDAL dan perizinan. Adanya aturan ini hendaknya
tidak menjadi beban bagi pelaku usaha dan lahan korupsi bagi oknum
birokrasi/aparat hukum, tetapi sebagai upaya preventif bersama agar kegiatan
usaha tidak merusak lingkungan.
Ketiga, "mentaati", setelah mengetahui dan memahami, maka
diharapkan dapat mentaati. Namun hal ini masih dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Bagi pihak yang merasa kepentingannya sama, maka biasanya akan
langsung mentaati. Apabila tidak, maka masih ada proses berfikir, bahkan
mencari celah bagaimana "menghindari" atau
"mensiasatinya".
Keempat, "menghargai", ketika seseorang telah mentaati, maka sikap
menghargai suatu peraturan hukum lingkungan itu akan muncul bersamaan dengan
kesadaran hukumnya bahwa hukum tersebut memang wajib untuk ditaati demi
kepentingan dirinya, masyarakat dan dalam upaya mencegah kerusakan
lingkungan.
Proses menumbuhkan kesadaran hukum lingkungan di atas, jangan sampai terjebak
dengan kata "lingkungan" saja, sehingga hanya UU No 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) saja yang dipahami masyarakat, tetapi
juga UU lain yang berkaitan dengan lingkungan hidup, seperti UU tentang
Perikanan, Benda Cagar Budaya, Pertambangan, ZEE, Perindustrian, Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Pelayaran. Karena lingkungan
hidup itu meliputi tanah, air, udara, ruang angkasa, termasuk manusia dan
perilakunya. UU PLH pada dasarnya merupakan UU induk atau Payung
"umbrella Act" dibidang lingkungan hidup bagi semua UU tersebut.
Menumbuhkan Kesadaran Hukum Lingkungan
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam pelestarian
lingkungan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : Pertama,
meningkatkan program sosialisasi dari tingkat pusat sampai ke desa-desa,
khususnya berkaitan dengan hak dan kewajiban serta berbagai permasalahan riil
yang dihadapi oleh masyarakat, seperti prosedur AMDAL, perizinan dan dampak
positif dan negatif apabila prosedur tersebut tidak dilakukan. Kedua,
meningkatkan kesadaran hukum (mental) semua pihak. Ketiga, menindak tegas
oknum pemerintah/aparat yang menyalahgunakan wewenangnya dan menindak tegas
pelaku perusakan/pencemaran lingkungan tanpa tebang pilih sehingga masyarakat
percaya dengan upaya penegakan hukum lingkungan. Keempat, memangkas proses
birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.
Kelima, semakin meningkatkan kualitas dalam pemberian penghargaan dibidang
lingkungan, khususnya kriteria penilaian dengan memasukkan kriteria
pembangunan berwawasan lingkungan, baik ditingkat nasional maupun di
daerah-daerah. Keenam, menghindari penggunaan sarana hukum pidana dalam
penegakan hukum lingkungan yang masih dapat menggunakan sarana hukum lain
yang lebih efektif. Contohnya Perda tentang pembuangan sampah disembarang
tempat dengan sanksi pidana kurungan dan denda yang tinggi yang ternyata
tidak efektif.
Tumbuhnya kesadaran hukum lingkungan diharapkan dapat mendukung terwujudnya
slogan "Pembangunan Berwawasan Lingkungan" menjadi kenyataan dan
tidak hanya sekedar menjadikannya sebagai visi dan misi pembangunan saja.
|